Tren Gamifikasi Untuk Menarik Perhatian Siswa

Perkembangan teknologi yang pesat berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Ketersediaan informasi yang luas mempermudah murid untuk mengakses sumber belajar mereka sendiri. Pembelajaran menjadi lebih fleksibel bagi murid dan dapat dilakukan tidak hanya pada sesi belajar di kelas, tapi juga bisa dilakukan di luar kelas.

Dalam situasi seperti sekarang ini, penting bagi guru untuk menuntun murid memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber, tidak hanya dari guru saja. Hal ini akan membantu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan murid dalam proses adaptasi di masa sekarang dan di masa depan. Lebih lanjut, dalam perannya sebagai penuntun murid, guru juga perlu mengenal murid, yaitu seperti apa kebutuhan mereka dalam belajar, agar kemudian dapat merancang sebuah pembelajaran yang efektif.

Untuk terwujudnya iklim dan proses pembelajaran yang kondusif perlu didukung oleh berbagai faktor, baik berkenaan dengan kemampuan guru, misalnya di dalam memilih bahan ajar, sarana dan fasilitas pendukung serta yang tidak kalah pentingnya kesiapan dan motivasi siswa untuk belajar dan mencapai hasil belajar yang optimal. Dalam pemilihan bahan ajar ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.

Prinsip relevansi artinya, materi pembelajaran harus relevan atau ada kaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau gubahan hafalan. Relevansi juga berarti terkait dengan siswa, cara pengemasan dan penyampaian materi pembelajaran. Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengoperasian bilangan yang meliputi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang waktu atau tenaga sementara hal itu di luar kemampuan anak.

Prinsip Tantangan

Deporter (2000:23) mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang serta ramah, dan mereka memiliki peran di dalam pengambilan keputusan. Bilamana anak merasa tertantang dalam suatu pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Mihaly Csikszentmihalyi psikolog dari Universitas Chicago dikenal karena penelitiannya dalam mendokumentasikan suatu keadaan flow, yang dia definisikan sebagai suatu "keadaan di mana seseorang sangat terlibat dalam sebuah kegiatan sehingga hal lain seakan tak berarti lagi". Goleman menjelaskan tentang keadaan flow ini. Jika tuntutan terlalu sedikit, orang akan menjadi bosan. Jika tuntutan terlalu besar untuk diatasi, mereka akan menjadi cemas. Flow terjadi di daerah genting antara kebosanan dan kecemasan.

Kurt Lewin dalam sebuah teori yang dinamakannya "Teori Medan" (Field Theory), mengemukakan bahwa siswa di dalam suatu situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Di dalam situasi belajar, siswa berhadapan dengan cita-cita yang ingin dicapainya, akan tetapi ia selalu dihadapkan pada hambatan yaitu mempelajari bahan belajar. Melalui motif dalam dirinya dan dorongan dari luar (termasuk guru) tumbuh dorongan untuk mempelajari bahan belajar tersebut. Bilamana hambatan-hambatan belajar dapat diatasi dan tujuan belajarnya dapat tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar motif pada anak tumbuh dengan kuat guna mengatasi hambatan yang dihadapi, maka bahan belajar harus menantang. Dalam keadaan ini guru perlu sekali menemukan dan mempersiapkan bahan-bahan belajar yang menarik, baru dan mampu mendorong keikutsertaan siswa untuk mencermati dan memecahkan masalah. Bahan pelajaran yang diharapkan adalah yang sebesar mungkin memberi peluang dan dorongan bagi siswa untuk turut menemukan konsep-konsep, prinsip- prinsip dan generalisasi.

Model-model pembelajaran yang menempatkan siswa hanya menerima saja apa yang diberikan atau disampaikan oleh guru, memiliki kadar keterlibatan mental yang sangat rendah. Dalam pandangan konstruktivisme semua pengetahuan yang kita peroleh adalah konstruksi kita sendiri. Karena itu mereka menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang kepada orang lain,

Dalam kaitan dengan prinsip-prinsip tantangan ini diharapkan guru secara cermat dapat memilih dan menentukan pendekatan- pendekatan dan metode pembelajaran yang dapat memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar.

Beberapa bentuk kegiatan berikut dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru untuk menciptakan tantangan dalam kegiatan belajar, yaitu:

  1. Merancang dan mengelola kegiatan inquiry dan eksperimen;
  2. Memberikan tugas-tugas pemecahan masalah kepada siswa;
  3. Mendorong siswa untuk membuat kesimpulan pada setiap sesi pembelajaran;
  4. Mengembangkan bahan-bahan pembelajaran yang menarik;
  5. Membimbing siswa menemukan fakta, konsep, prinsip dan generalisasi;
  6. Merancang dan mengelola kegiatan diskusi.

Ciri Khas/Karakteristik Siswa

Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian siswa, baik fisik maupun mental. Berkaitan dengan aspek- aspek fisik tentu akan relatif lebih mudah diamati dan dipahami, dibandingkan dengan dimensi-dimensi mental atau emosional. Sementara dalam kenyataannya, persoalan-persoalan pembelajaran lebih banyak berkaitan dengan dimensi mental atau emosional.

Masalah-masalah belajar yang berkenaan dengan dimensi siswa sebelum belajar pada umumnya berkenaan dengan minat, kecakapan dan pengalaman-pengalaman. Bilamana siswa memiliki minat yang tinggi untuk belajar, maka ia akan berupaya mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang akan dipelajari secara lebih baik. Hal ini misalnya dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran, mempersiapkan buku, alat-alat tulis atau hal-hal lain yang diperlukan. Namun bilamana siswa tidak memiliki minat untuk belajar, maka siswa tersebut cenderung mengabaikan kesiapannya untuk belajar. Misalnya kurang peduli apakah ia membawa buku pelajaran atau tidak, tersedia tidaknya alat- alat tulis, apalagi mempersiapkan materi yang perlu untuk mendukung pemahaman materi-materi baru yang akan dipelajari. Demikian pula pengalaman siswa juga akan turut menentukan muncul tidaknya masalah belajar sebelum kegiatan belajar dimulai. Siswa-siswa yang memiliki latar pengalaman yang baik yang mendukung materi pelajaran yang akan dipelajari, tidak memiliki banyak masalah sebelum belajar dan dalam proses belajar selanjutnya. Namun bagi siswa yang kurang memiliki pengalaman yang terkait dengan mata pelajaran atau materi yang akan dipelajari akan menghadapi masalah dalam belajar, terutama berkaitan dengan kesiapannya untuk belajar.

Sikap terhadap Belajar

 

Dalam berbagai literatur kita menemukan bahwa sikap adalah kecenderungan seseorang untuk berbuat. Sikap sesungguhnya berbeda dengan perbuatan, karena perbuatan merupakan implementasi atau wujud nyata dari sikap. Namun demikian sikap seseorang akan tercermin melalui tindakannya. Sebagai contoh, ketika seorang siswa merasa tertarik untuk mempelajari suatu mata pelajaran tertentu, maka dalam dirinya sudah ada keinginan untuk menerima atau menolak pelajaran tersebut, walaupun waktu itu belum dimulai atau dilaksanakan kegiatan pembelajaran. Bilamana seseorang menyenangi sesuatu, maka ia akan menerima, dan pada gilirannya akan bersedia melakukan sesuatu tersebut. Sebaliknya bilamana seseorang tidak senang dengan sesuatu, maka ia akan menolak, dan pada gilirannya ia tidak bersedia untuk melakukan atau akan mengabaikan kesempatan untuk melakukan kegiatan tersebut.

Dalam kegiatan belajar, sikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketika memulai kegiatan belajar merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena aktivitas belajar siswa selanjutnya banyak ditentukan oleh sikap siswa ketika akan memulai kegiatan belajar. Bilamana ketika akan memulai kegiatan belajar siswa memiliki sikap menerima atau ada kesediaan emosional untuk belajar, maka ia akan cenderung untuk berusaha terlibat dalam kegiatan belajar dengan baik. Namun bilamana yang lebih dominan adalah sikap menolak sebelum belajar atau ketika akan memulai pelajaran, maka siswa cenderung kurang memperhatikan atau mengikuti kegiatan belajar.

Sikap terhadap belajar juga nampak dari kesungguhan mengikuti pelajaran, atau sebaliknya bersikap acuh terhadap aktivitas belajar. Misalnya acuh dengan penjelasan guru, tidak serius ketika bertanya/mengemukakan pendapat, mengerjakan tugas berprinsip "asal jadi", dalam hal ini siswa tidak berupaya menyelesaikan tugas sesuai dengan kapasitas kemampuan optimalnya. Karena itu disarankan agar guru dapat mencermati secara sungguh-sungguh sikap siswa, memberikan kesan positif tentang belajar termasuk manfaat bagi siswa dalam kaitan dengan pencapaian hasil belajar yang lebih baik dan mencapai cita-cita yang mereka diinginkan.

Motivasi Belajar

Motivasi di dalam kegiatan belajar merupakan kekuatan yang dapat menjadi tenaga pendorong bagi siswa untuk mendayagunakan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan potensi di luar dirinya untuk mewujudkan tujuan belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan nampak melalui kesungguhan untuk terlibat di dalam proses belajar, antara lain nampak melalui keaktifan bertanya, mengemukakan pendapat, menyimpulkan pelajaran, mencatat, membuat resume, mempraktekkan sesuatu, mengerjakan latihan- latihan dan evaluasi sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Di dalam aktivitas belajar sendiri, motivasi individu dimanifestasikan dalam bentuk ketahanan atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak isi pelajaran, kesungguhan dan ketelatenan dalam mengerjakan tugas dan sebagainya. Sebaliknya siswa-siswa yang tidak atau kurang memiliki motivasi, umumnya kurang mampu bertahan untuk belajar lebih lama, kurang sungguh-sungguh di dalam mengerjakan tugas. Sikap yang kurang positif di dalam belajar ini semakin nampak ketika tidak ada orang lain (guru, orang tua) yang mengawasinya. Oleh karena itu, rendahnya motivasi merupakan masalah dalam belajar, karena hal ini memberikan dampak bagi ketercapaian hasil belajar yang diharapkan.

Tetapi apakah penyajian materi saat ini relate dengan siswa? misal apakah guru dapat menjawab pertanyaan siswa apa pentingnya materi ini bagi saya? apakah materi yang saya pelajari akan bermanfaat di masa yang akan datang? berbagai sumber belajar sudah tersedia di internet, bahkan youtube menyediakan berbagai macam video tutorial untuk menambah pengetahuan ataupun meningkatkan keterampilan soft-skill dan life-skill mereka. Disadari atau tidak, generasi sekarang adalah generasi yang sudah melekat dengan teknologi, segala kemudahan bisa didapatkan dari ujung jari, terhubung dengan internet menjadi sebuah keharusan jika tidak ingin ketinggalan informasi terkini. 

Generasi laper, baper dan mager

 

Generasi laper (lapar) di sini dapat berarti lapar akan pengakuan atau selalu ingin diakui. Baper (bawa perasaan) yang mudah sekali tersinggung, sedih, hanya karena omongan orang yang belum tentu benar. Sedangkan mager (males gerak) adalah kecenderungan anak-anak jaman sekarang dengan berbagai kemudahan menjadikan mereka hanya rebahan saja. Malas beraktifitas hobinya marathon nonton film di netflix, jika lapar tinggal pesan makanan menggunakan jasa ojek online.

Namun dalam perkembangannya, apakah dengan kemudahan yang didapat siswa saat ini berbanding lurus dengan produktivitasnya? itu yang menarik dan patut untuk kita cari tahu. Hasil survey Balai Tekkomdik tahun 2023 terkait dengan media pembelajaran dan siswa, menunjukkan bahwa perangkat yang digunakan siswa adalah smartphone 93,2%. Konten video pembelajaran yang paling disukai siswa adalah animasi / motion grafis 32,1%. 58,5 % siswa menyukai akses berbentuk video. Kemudian di peringkat ke-2 ada aktivitas bermain game 22,8%. Nah ini adalah potensi untuk membuat siswa tertarik belajar, dengan menggunakan pendekatan permainan, dan elemen-elemen permainan ke dalam konteks yang non game atau lebih kita kenal dengan istilah gamifikasi.

Penggunaan gamifikasi saat ini telah diterapkan secara luas di bidang non-game/hiburan, seperti di dunia pendidikan dan dunia bisnis. Gamifikasi digunakan untuk menarik dan memotivasi orang untuk menggunakan produk dan akhir-akhir ini gamifikasi juga digunakan untuk mempengaruhi perilaku. Penggunaan gamifikasi untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan merupakan pengembangan yang penting dalam pembelajaran (Takdir, 2017). Dengan menerapkan gamifikasi dalam pembelajaran, diharapkan dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk mengikuti proses pembelajaran karena KBM yang dilakukan berlangsung secara menarik dan menyenangkan (Prambayun, 2015).

Penerapan konsep gamifikasi dalam kegiatan belajar mengajar, siswa akan berperan sebagai pemain (player). Bartle mengatakan bahwa tidak semua pemain mempunyai alasan dan motivasi yang sama dalam bermain. Memahami karakter player sangat diperlukan dalam merancang sebuah media pembelajaran menggunakan konsep gamifikasi, jika media yang kita buat ternyata tidak sesuai dengan karakter peserta didik, maka mereka akan kehilangan antusias dalam menggunakan media tersebut, yang terjadi kemudian adalah proses pembelajaran menjadi tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu, dalam menerapkan gamifikasi dalam pembelajaran harus memperhatikan kondisi dan karakter siswa, termasuk fasilitas yang dimiliki siswa untuk mendukung metode ini (Takdir, 2017).

Manfaat Gamifikasi

Selama ini, game biasanya hanya digunakan sebagai hiburan untuk melepas penat setelah seharian disibukkan dengan berbagai macam aktivitas/pekerjaan. Namun di sisi lain, game memiliki andil besar dalam membangun sebuah organisasi. Metode ini disebut dengan gamifikasi. Gamifikasi merupakan bagian dari game design yang dibuat untuk merangsang para player agar lebih sering melakukan engagement dengan game/permainan tersebut.

Sekarang ini, gamifikasi tidak hanya berpusat pada game melainkan juga lingkungan non-game. Gamifikasi diimplementasikan ke banyak elemen dalam kehidupan oleh mayoritas perusahaan besar di dunia. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa gamifikasi mampu mendorong individu atau kelompok untuk berusaha lebih keras lagi dalam mencapai tujuan. Mereka akan berlomba-lomba bersaing untuk menjadi yang terbaik. Karena behaviour yang seperti itulah, maka gamifikasi dapat diterapkan dalam dunia bisnis dan pemasaran (marketing). Di samping itu, ada banyak sekali manfaat dari implementasi gamifikasi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dalam proses belajar-mengajar, diharapkan tidak hanya berlangsung interaksi instruksional, tetapi juga interaksi pedagogis yang mengutamakan sentuhan-sentuhan emosional sehingga anak merasa senang belajar. Salah satu aplikasi berbasis web yang dapat anda manfaatkan untuk dapat membuat konten gamifikasi yaitu genially. Bisa dikemas bentuk presentasi kuis, maupun murni permainan untuk menarik perhatian siswa, dan menyentuh kesenangan siswa dengan memanfaatkan prinsip-prinsip game.

sumber :

  • 2019. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
  • Oktapratama, R., Felani, Y. 2023. Menjadi Guru Super Efektif : Best Practices for Succes in the Classroom. Palangkaraya : Lentera Reformasi Edukasi.
  • Yunita, N.P., Indrajit R.E. 2022. Gamification: Membuat Belajar Seasyik Bermain Game. Yogyakarta:Andi.