Siapkah kita menyambut Era Society 5.0 ?

Dunia berubah dengan cepat. Pembelajar kita telah berubah, dan segala sesuatu di dunia pendidikan juga harus berubah. Kita berada di tengah “gangguan” besar di hampir setiap industri, termasuk pembelajaran, namun peran dan infrastruktur kita belum bisa mengimbanginya. Pembelajaran telah “diganggu” oleh teknologi, yang telah mengubah cara kita belajar. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, orang-orang dari segala usia dapat mempelajari apapun yang mereka inginkan kapan saja sepanjang hari hanya dengan satu perangkat dan koneksi Internet.

Mari kita mulai dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri! Apa atau siapa yang menjadi pusat dari semuanya kegiatan dalam masyarakat, bangsa dan dunia? Bukankah itu dilakukan oleh seorang individu, untuk seorang individu? Ya! Hal ini terjadi karena semua tindakan diambil oleh seseorang, untuk orang lain, atau untuk dirinya sendiri. Ini berarti bahwa individu adalah inti dari segala sesuatu yang terjadi atau dilakukan. Dan, oleh karena itu, perkembangan suatu masyarakat, sebuah bangsa dan dunia berjalan beriringan dengan perkembangan seorang individu. Ketika sebuah masyarakat/bangsa/dunia berkembang, hal ini mempunyai sebuah dampak langsung terhadap perkembangan suatu individu dan sebaliknya.

Dengan dimulainya abad 21, dunia secara keseluruhan telah menyaksikan era transformasi yang intens di semua bidang, baik itu pendidikan, perdagangan dan ekonomi global, teknologi atau masyarakat. Baru-baru ini, COVID-19 pandemi juga memberikan tantangan bagi seseorang untuk mengatasi dampaknya. Tentu saja, untuk saat-saat seperti itu, keterampilan yang berbeda sangat diperlukan yang akan memungkinkan individu untuk mengatasi dan berhasil menghadapinya tantangan dalam kehidupan nyata, yang mengarah ke tantangan kemajuan holistik. Keterampilan ini disebut sebagai keterampilan abad 21/keterampilan belajar/kompetensi transversal, dan lain-lain.

Jadi, keterampilan abad 21 adalah keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk

pengembangan holistiknya sehingga dia bisa berkontribusi terhadap kemajuan dan pembangunan masyarakat/bangsa dan dunianya. Istilah keterampilan abad ke 21 mengacu pada seperangkat pengetahuan, keterampilan, kebiasaan kerja, dan sifat-sifat karakter yang diyakini oleh para pendidik, pembaharu sekolah, profesor perguruan tinggi, pemberi kerja, dan lainnya yang menjadi sangat penting untuk sukses di dunia masa kini.

Secara sederhana, keterampilan Abad 21 merujuk kepada keterampilan yang diperlukan untuk mengaktifkannya seorang individu untuk menghadapi tantangan dunia abad ke-21 yang aktif secara global, bertransformasi secara digital, secara kolaboratif bergerak maju, maju secara kreatif, mencari sumber daya manusia yang kompeten dan cepat dalam mengadopsi perubahan.

Era society 5.0 diperkenalkan oleh pemerintah Jepang pada 2019. Sesudah memasuki era revolusi industri 4.0, kita akan memasuki era society 5.0. Konsep ini memungkinkan kita untuk menggunakan ilmu pengetahuan yang berbasis modern untuk kebutuhan manusia yang bertujuan supaya manusia dapat hidup dengan nyaman. Konsep new society 5.0 merupakan penyempurnaan konsep-konsep sebelumnya. Era society 5.0 adalah era di mana teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri. Internet bukan hanya digunakan untuk sekedar berbagi informasi, melainkan juga untuk menjalani kehidupan. Manusia dituntut untuk lebih cepat menghasilkan solusi dalam memenuhi kebutuhannya. Dampaknya, masyarakat menjadi terus menggali informasi serta menciptakan inovasi baru, guna menunjang kelangsungan hidupnya. Maka, masyarakat pada era ini bersikap dan berpikir maju, serta harus mengikuti pola perkembangan zaman, namun tetap tidak lupa dengan identitas bangsa Indonesia.

Era society 5.0 merupakan penyelesaian dari keresahan masyarakat terhadap era revolusi industri 4.0 mengenai teknologi yang semakin akan menggantikan tenaga manusia yang mengakibatkan pengurangan lapangan kerja. Era society 5.0 ini sangat diharapkan untuk dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi antara masyarakat dengan masalah ekonomi di sepuluh tahun ke depan atau bahkan lebih.

Era revolusi industri 4.0 belum dirasa terselesaikan, tetapi masyarakat dikejutkan kembali dengan perubahan era baru, yaitu era society 5.0. Di era society 5.0, bidang pendidikan difokuskan dalam keahlian 4C, yaitu critical thinking (keterampilan berpikir kritis), creativity (keterampilan berpikir kreatif), collaboration (keterampilan bekerja sama atau berkolaborasi), dan communication (keterampilan berkomunikasi). Selain keahlian, ada pula kemampuan yang mengharuskan dimiliki pada era society 5.0 ini, yaitu kepemimpinan (leadership), literasi digital (digital literacy), komunikasi (communication), kecerdasan emosional (emotional intelligence), kewirausahaan (enterpreneurship), pemecahan masalah (problem solving), kerja tim (team work).

Era society 5.0 merupakan lanjutan dari era revolusi industri 4.0, yang telah menyebabkan terjadinya perubahan dan pergeseran dalam dunia pendidikan. Di masa depan, dapat diprediksi bahwa pendidikan akan menjadi dinamis dan terbuka, yang memungkinkan bisa dijangkau oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Pendidikan masa depan lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi sehingga memungkinkan setiap orang dapat berinteraksi, bertukar informasi, dan berkolaborasi. Dengan demikian, setiap peserta didik dan guru memiliki keleluasaan dan kemerdekaan untuk belajar, berinovasi, serta berkreasi guna meningkatkan kualitas pendidikan.

Guru sebagai tombak kualitas pendidikan merupakan pendidik profesional yang tugas utamanya adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi peserta yang dididik pada pendidikan formal di jenjang anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah. Dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru dituntut untuk dapat menguasai kelas agar materi yang ia sampaikan dapat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Pastinya, seorang guru harus dapat menarik perhatian siswa, sehingga pembelajaran yang sedang berlangsung berjalan dengan efektif.

Dinamika di bidang pendidikan berjalan cepat, seiring perkembangan teknologi dan tantangan era Covid-19 yang tak pernah terbayangkan di era sebelumnya. Kita sempat terhenyak karena pandemi telah berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan bangsa ini, baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya, religi, maupun bidang pendidikan. Seiring dengan perkembangan efek negatif yang muncul, manusia sebagai agent of change ternyata bisa memberikan jawaban lewat teknologi komunikasi jarak jauh. Inilah yang kita sebut sebagai paradigma determinisme (manusia bisa menguasai lingkungan, terutama pembelajaran dengan menggunakan teknologi).

Sebagaimana yang sudah disampaikan sebelumnya, era super-smart society (society 5.0) sendiri diperkenalkan oleh pemerintah Jepang pada 2019. Era ini dibuat sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi industri 4.0, yang menyebabkan ketidakpastian yang kompleks dan ambigu. Gema revolusi idustri 4.0 yang dalam penerapannya menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence) belum juga usai, dan kini telah muncul era society 5.0. Era yang digadang-gadang menjadi sebuah “solusi” dari revolusi industri 4.0. Dikhawatirkan, invasi tersebut dapat menggerus nilai-nilai karakter kemanusiaan yang dipertahankan selama ini. Setelah kita berada di zaman yang tersebut dengan revolusi industri 4.0, kini kita diantar pada suatu era super-smart society.

Perkembangan teknologi yang pesat berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Ketersediaan informasi yang luas mempermudah murid untuk mengakses sumber belajar mereka sendiri. Pembelajaran menjadi lebih fleksibel bagi murid dan dapat dilakukan tidak hanya pada sesi belajar di kelas, tapi juga bisa dilakukan di luar kelas. Dalam situasi seperti sekarang ini, penting bagi guru untuk menuntun murid memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber, tidak hanya dari guru saja. Hal ini akan membantu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan murid dalam proses adaptasi di masa ini. Lebih lanjut, dalam perannya sebagai penuntun murid, guru juga perlu mengenal murid, yaitu seperti apa kebutuhan mereka dalam belajar, agar kemudian dapat merancang sebuah pembelajaran yang efektif.

Dengan banyak mesin pencari, situs web, platform video, dan situs media sosial tersedia, ada tempat yang hampir tidak terhingga yang dapat dijangkau oleh siswa Generasi Z dalam mencari informasi. Oleh karena itu, bagi mereka, penelitian bukanlah sekedar memperoleh hal baru dalam pengetahuan namun lebih banyak lagi tentang mengakses jawaban cepat untuk menyelesaikan tugas. Mark Bauerlin, profesor dan peneliti, berpendapat bahwa fokus mereka sangat besar pada hubungan peer-to-peer di dunia digital telah mengorbankan banyak hal dalam mengembangkan pendidikan tinggi.  Ia menegaskan, generasi ini perlu hidup lebih banyak di luar jejaring sosial online mereka, membaca dan menulis tentang isu-isu kritis daripada terlibat di dalam dialog online, game online, dan mengikuti budaya pop.  Tapi Gabriel Fuentes, seorang anggota fakultas yang menyelidiki Generasi Z di bidang arsitektur membantah bahwa jumlah informasi yang sangat banyak tersedia di “dunia yang serba cepat dan datar” ini, membuatnya menantang bagi Generasi Z untuk menavigasi ketika pendidik menggunakan teknik pendidikan status quo. Bagi Generasi Z untuk terlibat dalam membaca dan menulis yang efektif hari ini, mereka mungkin memerlukan dukungan dan strategi pendidikan yang tidak diperlukan ketika generasi tua mendapat informasi terutama dari ensiklopedia, buku perpustakaan, dan guru.

Dan generasi Z tidak hanya harus memahami informasi yang berlebihan ini, mereka juga cenderung menemukan banyak informasi yang salah. Bagi generasi Milenial, fokusnya adalah membantu mereka menentukan kredibilitas informasi yang mereka ambil sebelum menggunakannya sebagai kebenaran. Para pendidik sudah meluangkan waktu untuk mengajari siswa cara menentukan keabsahan sumber yang cocok untuk sekolah dikarenakan peralihan penelitian dari buku ke Wikipedia dan database online ke media sosial. Namun, bagi Generasi Z, kita harus melangkah lebih jauh – membantu mereka melupakan informasi yang salah. Waktu yang diperlukan untuk berhenti belajar mungkin sebanding dengan waktu yang diperlukan untuk membantu mereka belajar. Jadi, Meskipun Internet adalah taman bermain kita, penting bagi generasi Z untuk memahami bahwa tidak semuanya akurat, aman, dan bermanfaat.

Jika siswa terus berubah, bagaimana dengan Guru?

 

Guru profesional abad 21 adalah guru yang terampil dalam pengajaran, mampu membangun dan mengembangkan hubungan antara guru dan sekolah dengan komunitas yang luas, serta seorang pembelajar sekaligus agen perubahan di sekolah (Hargreaves, 1997). Guru profesional abad 21, tak hanya memiliki kemampuan dan keterampilan mengajar seperti yang disebutkan sebelumnya, tetapi juga harus mampu mengembangkan hubungan sekaligus menjadi agen perubahan. Yang dimaksud agen perubahan dalam hal ini adalah orang yang berperan untuk mempengaruhi orang lain-dalam hal ini, siswa-baik secara internal maupun eksternal untuk melakukan suatu perubahan sesuai dengan yang diharapkan, khususnya di dunia pendidikan.

Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh generasi muda, sebab globalisasi tentu membutuhkan segenap persiapan yang harus dilakukan. Dengan demikian, para generasi muda akan memiliki bekal untuk menyambut berbagai perubahan di masa mendatang, khususnya di era society 5.0. Salah satu cara yang terbaik adalah melalui jalur pendidikan. Sebelum mengetahui apa pentingnya peran guru profesional abad 21 dalam menyambut tantangan di era society 5.0, tentunya harus dipahami terlebih dahulu apa saja tantangan-tantangan tersebut.

Tantangan-tantangan tersebut diantaranya adalah kompetensi yang dimiliki oleh tenaga pendidik, kemampuan pemanfaatan IT baik siswa maupun guru, ketersediaan sarana dan prasarana, serta peran serta orangtua dalam pendidikan seorang anak (Syafi'i, 2021). Selain tantangan-tantangan di atas, perlu dipahami bahwa era society 5.0 dalam dunia pendidikan- menekankan pada pendidikan karakter, moral, dan keteladanan. Segala bentuk kemajuan teknologi semakin lama akan mampu mengerjakan berbagai hal dan menggantikan manusia, sehingga fokus dan target dalam pendidikan pada abad 21 di era society 5.0 adalah pengembangan soft skill dan hard skill yang tidak dapat digantikan oleh teknologi.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, fokus keahlian bidang pendidikan abad 21 saat ini meliputi creativity, critical thinking, communication, dan collaboration atau yang dikenal dengan 4Cs (Risdianto, 2019). Selain itu, beberapa kemampuan yang harus dimiliki di abad 21 meliputi leadership, digital literacy, communication, emotional intelligence, entrepreneurship, global citizen, problem solving, dan team-working. (Nastiti, 2020). Dalam rangka mencapai semua target dan membekali generasi muda dengan kemampuan seperti yang disebutkan di atas, maka peran guru amatlah penting dalam menyambut tantangan pada abad 21 era society 5.0.

Daftar Pustaka 

  • Gallagher, Alyssa, Thordarson, Kami. 2018. Design Thinking for School Leaders “Five Roles and Mindsets That Ignite Positive Change”.Virginia:ASCD.
  • The Secretary, Central Board of Secondary Education. 2020. 21st Century Skill A Handbook. Delhi:CBSE.
  • Seemiler, Corey., Grace, Meghan. 2019. Generation Z “A Century in the Making”. New York:Routledge.
  • Oktapratama, Ryan., Felani, Yosefine. 2023. Menjadi Guru Super Efektif “Best Practices for Success in the Classroom”. Palangkaraya:Lentera Informasi Edukasi.
  • Widyastuti, Ana. 2022. Jurus Jitu Menjadi Guru yang Profesional, Produktif, Kreatif, Inspiratif dan Inovatif di Era Society 5.0. Jakarta:Elex Media Komputindo.