Media Virtual Reality (VR) SIFOGA untuk anak berkebutuhan khusus AUTIS

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikansi mengalami kelainan pada kebutuhan fisik, pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi dan fisik. Yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunadkasa, tunarunggu wicara dan autis. Kaum disabilitas yang minoritas di Indonesia masih dipandang sebelah mata. Padahal mereka masih membutuhkan perhatian yang lebih dari orang normal lainnya. Begitu pula dunia pendidikan yang masih memusatkan perhatian pada siswa yang normal. Pendidikan di Indonesia yang ada selama ini terbagi dalam 2 kategori, yaitu Sekolah Umum dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Siswa normal yang bersekolah di sekolah umum baik negeri maupun swasta dan ditempatkan secara reguler bersama teman-teman sebayanya disebut dengan siswa reguler. Sedangkan siswa yang bersekolah di SLB mayoritas memiliki kebutuhan khusus bila dibandingkan dengan anak normal lainnya, serta ditempatkan dengan siswa lain yang memiliki kebutuhan masing-masing. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak berkebutuhan khusus memerlukan bentuk layanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi anak.

Autisme merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang, berupa sekumpulan gejala akibat adannya kelainan syaraf-syaraf tertentu yang menyebabkan fungsi otak tidak bekerja secara normal sehingga mempengaruhi tumbuh kembang, kemampuan komunikasi dan kemampuan interaksi sosial seseorang (Sunu,2012:7). Gangguan perkembangan anak autis lebih pada kemampuan interaksi sosial, karena mempunyai duniannya sendiri. Hal ini ditandai dengan ketika anak autis diajak bicara tidak pernah menatap muka orang yang diajak bicara. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi penderita autis diantaranya: Secara neurologis pada penyandang autis ditentukan ada perkembangan sel-sel otak terutama pada hippocampus yang tidak normal dan juga kelainan lobus parietal sehingga menimbulkan gangguan perhatian pada lingkungan, pengecilan pada cerebellum tempat sensoris, bahasa, perhatian dan berpikir. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa pada keluarga dan anak kembar menunjukan adanya faktor genetik yang berperan dalam perkembangan autisme.

Persepsi keliru yang berkembang di masyarakat mengenai individu dengan spektrum autisme atau orang awam biasa menyebutnya sebagai anak autis, membawa dampak buruk bagi anak autis juga keluarga, terutama orangtuanya. Pemulihan anak autis menjadi terkendala karena banyak orang yang tidak mengerti dan menerima keberadaan anak autis ini. Meski kesadaran masyarakat mulai tumbuh terkait keberadaan anak autis, rupanya pengertian dan penerimaan terhadap anak autis masih rendah. Dalam suatu pembelajaran tentu ada kendala yang dialami baik itu kendala dari siswa, guru, atau yang lain. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajarnya, hanya saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak, dan memerlukan perhatian khusus. Anak yang luar biasa atau disebut dengan anak berkebutuhan khusus (children with special needs), memang tidak selalu mengalami problema dalam pembelajaran. Namun ketika mereka diinteraksikan bersama-sama dengan teman sebaya dalam sistem pendidikan regular atau sekolah inklusi, ada hal-hal tertentu yang harus mendapat perhatian khusus dari guru dan sekolah untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Sensory intregation dysfunction adalah ketidak mampuan untuk memproses informasi yang diterima melalui indera. Istilah lain yang digunakan adalah sensory intregation disorders atau hendaya intregasisensoris. Ketidak berfungsian terjadi didalam sistem saraf pusat yang terdapat dalam kepala yang disebut dengan otak. Akibat ketidak berfungsian integrasi sensoris, seorang anak tidak  dapat melakukan respon atau menanggapi informasi sensoris untuk dijadikan sesuatu yang bermakna secara konsisten (Bandi,2009;49-50).  Kapan saja seorang anak menunjukan masalah tingkah laku seperti tingkah laku menyakiti diri sendiri dan agresif,menurut perspektif kaum behavioris, selalu didahului oleh adanya penyebab yang disebut antecedence. Oleh karena itu fokus utamanya adalah menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengurangi tingkahlaku bermasalah itu, diubah menjadi tingkahlaku yang lebih adaptif, agar anak dapat hidup dengan teman sebayanya.

Salah satu bentuk stimulus atau rangsangan pada autis dapat dilakukan dengan media virtual reality sifoga. Hamalik (1986) dalam Arsyad menjelaskan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keingnan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan pengaruh-pengaruh psikologis pada siswa (Arsyad, 2013:19). Media virtual reality sifoga merupakan media untuk simulasi fokus dan gerakan bagi anak autis. Media ini dikembangkan oleh Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Pemda DIY. Dengan dikembangkannya media ini diharapkan bisa dipergunakan sebagai alat terapi fokus dan gerak yang efektif bagi anak autis.

PENULIS : Oki Pambudi, S.Pd

DAFTAR PUSTAKA

Asyhar, Rayandra.(2012).Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi Jakarta.

(Bandi, Delphie.(2009).Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan Inklusi. Sleman : PT. Intan Sejati Klaten.                      

(Sunu,Christoper.(2012) Panduan Memecahkan Masalah Autisme :Unlocking Autism.Sleman Yogyakarta : Lintang Terbit.