-
Telp Kantor
0274 517327 -
Surat Elektronik
[email protected] -
Alamat Kantor
Jl. Kenari No.2, Semaki
Telp Kantor
0274 517327Surat Elektronik
[email protected]Alamat Kantor
Jl. Kenari No.2, SemakiPada mulanya konsep keterbacaan (literacy) hanya digunakan dalam konteks verbal yakni membaca dan menulis. Baru pada pertengahan tahun 1960-an mulai muncul konsep keterbacaan visual, dalam bentuk grafis seperti sket, gambar, foto, diagram, tabel dan lain-lain. Dengan demikian dalam buku-buku pelajaran mulai ditampilkan pesan-pesan visual melalui berbagai ilustrasi untuk memperjelas keterbacaan verbal. Lebih dari itu pesan-pesan visual disajikan pula dalam berbagai media massa seperti TV, percetakan dan produksi. Pesan visual sangat efektif dalam memperjelas informasi, bahkan lebih jauh lagi mempengaruhi sikap seseorang, membentuk opini masyarakat dan lain-lain.
Pengajaran sebagai upaya terencana dalam membina pengetahuan sikap dan keterampilan para siswa melalui interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang diatur guru pada hakikatnya mempelajari lambing-lambang verbal dan visual, agar diperoleh makna yang terkandung di dalamnya. Lambing-lambang tersebut dicerna, disimak oleh para siswa sebagai penerima pesan yang disampaikan guru. Oleh karena itu pengajaran dikatakan efektif apabila penerima pesan (siswa) dapat memahami makna yang dipesankan oleh guru sebagai lingkungan belajarnya.
Tampilnya lambang-lambang visual untuk memperjelas lambang verbal memungkinkan para siswa lebih mudah memahami makna pesan yang dibicarakan dalam proses pengajaran. Hal ini disebabkan bahwa visualisasi mencoba menggambarkan hakikat suatu pesan dalam bentuk yang menyerupai keadaan yang sebenarnya atau realisme.
1. Realisme dalam Pesan Visual
Pada dasarnya tidak ada bentuk media visual yang sepenuhnya realistic, nyata, kongkret sama sekali disebabkan adanya tingkat realisme isi pesan yang akan disampaikannya. Suatu objek atau kegiatan nyata yang dipelajari selalu mempunyai aspek-aspek yang tidak bisa dinyatakan seluruhnya secara ilustratif sekalipun melalui bentuk tiga dimensi atau gambar hidup. Dengan demikian visualisasi suatu objek atau kejadian tersusun secara kontinum mulai dari yang realistik sampai kepada yang paling abstrak.
Pengajaran akan lebih efektif apabila objek dan kejadian yang menjadi bahan pengajaran dapat divisualisasikan secara realistik menyerupai keadaan yang sebenarnya, namun tidaklah berarti bahwa media harus selalu menyerupai keadaan yang sebenarnya. Sebagai contoh adalah model. Model sekalipun merupakan gambaran nyata dari objek dalam bentuk tiga dimensi tidak dapat dikatakan realistik sepenuhnya. Sesungguhnya demikian model sebagai media pengajaran dapat memberi makna terhadap isi pesan dari keadaan yang sebenarnya.
Di pihak lain media pengajaran yang memiliki derajat realistik tinggi tidak selalu memberikan makna isi pesan yang tinggi pula, bahkan bisa saja membingungkan penerima pesan mengingat rumitnya visualisasi yang realistik tersebut. Misalnya peta suatu propinsi dalam pelajaran Ilmu Bumi yang memuat secara sempurna gambaran dari keadaan yang sebenarnya, bisa membingungkan para siswa dalam mempelajari letak dan posisi serta batas-batas kabupaten yang ada di propinsi tersebut. Kiranya akan lebih mudah dipelajari siswa apabila guru menggambarkan di papan tulis mengenai peta propinsi dan posisi atau letak dan batas-batas kabupatennya.
Ini berarti visualisasi objek dan kejadian sebagai media pengajaran tidak ditentukan oleh derajat realistiknya, melainkan bergantung kepada tujuan da nisi pesan yang harus dipelajarinya.
Studi mengenai penggunaan pesan visual dalam hubungannya dengan hasil belajar menunjukkan bahwa pesan-pesan visual yang moderat (berada dalam rentangan abstrak dan realistik) memberikan pengaruh tinggi terhadap prestasi belajar siswa, yang bila dilukiskan membentuk kurva normal sebagai berikut:
Diagram di atas menunjukkan bahwa visualisasi pesan pada kutub abstrak atau tidak realistik dan kutub kongkret atau realistik berada dalam posisi yang sama dilihat dari hasil belajarnya.
Pesan visual yang paling sederhana, praktis, mudah dibuat dan banyak diminati siswa pada jenjang pendidikan dasar adalah gambar, terlebih lagi gambar berwarna. Hasil studi juga menunjukkan bahwa siswa-siswa pada pendidikan dasar lebih menyenangi gambar berwarna daripada hitam putih, memilih foto daripada gambar, dan memilih gambar sederhana daripada yang rumit serta memiliki realisme dalam hal bentuk dan warna. Di samping itu daya tarik gambar sebagai media pengajaran bergantung pula kepada usia para siswa. Studi yang dilakukan French terhadap 554 siswa kelas I dan IV Sekolah Dasar termasuk 88 guru, menemukan sebanyak 89% guru lebih menyenangi gambar-gambar yang rumit sedangkan siswa 83% lebih menyenangi gambar yang sederhana. Siswa kelas I lebih menyenangi gambar yang sederhana, sedangkan kelas IV lebih menyenangi gambar yang lebih kompleks sekalipun tidak berwarna. Gambar realistik seperti gambar-gambar naturalistic, sangat disenangi oleh siswa kelas I dibandingkan dengan siswa kelas IV.
Sungguhpun demikian gambar yang disenangi para siswa belum menjamin meningkatnya hasil belajar siswa, namun yang pasti pengajaran akan lebih menarik bagi mereka.
Atas dasar studi tersebut penggunaan media dalam pengajaran mempunyai kontribusi tinggi terhadap kualitas pengajaran. Sedangkan secara teoritis kualitas pengajaran akan mempengaruhi kualitas hasil belajar yang dicapai para siswa.
2. Pesan Visual dan Proses Belajar-Mengajar
Hal yang paling penting untuk dibahas adalah bagaimana pesan visual sebagai media dalam hubungannya dengan proses belajar-mengajar, artinya bagaimana guru dan siswa memanfaatkan pesan visual untuk mempertinggi proses belajar dan mengajar.
Keterampilan memahami pesan visual dapat diartikan sebagai kemampuan menerima dan menyampaikan pesan-pesan visual. Kemampuan menerima pesan pesan visual mencakup membaca visual secara tepat, memahami makna yang tergantung di dalamnya, menghubungkan unsur-unsur isi pesan visual dengan pesan verbal atau sebaliknya, serta mampu menghayati nilai keindahan visualisasi. Sedangkan kemampuan menyampaikan pesan visual mencakup memvisualisasikan pesan verbal, melukiskan atau memvisualisasikan makna isi pesan, dan menyederhanakan makna dalam bentuk visualisasi.
Belajar dari pesan visual
Menerima pesan visual dan belajar daripadanya memerlukan keterampilan, oleh karena dengan melihat pesan visual tidak dengan sendirinya seseorang akan mampu belajar daripadanya. Itulah sebabnya para siswa harus dibimbing dalam menerima dan menyimak pesan-pesan visual secara tepat.
Salah satu teknik yang efektif, adalah menuntunnya untuk melihat dan membaca pesan-pesan visual pada pelbagai tahapan, dimulai dari fase diferensiasi di mana para siswa mula-mula mengamati, mengidentifikasi dan menganalisis terlebih dahulu unsur-unsur suatu unit pengajaran dalam bentuk pesan-pesan visual tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan fase integrasi, di mana para pengamat (siswa) menempatkan unsur-unsur visual secara serempak, menghubungkan keseluruhan pesan visual kepada pengalaman-pengalamannya, dan kesimpulan penggambaran visualisasi untuk kemudian menciptakan konseptualisasi baru dari apa yang telah mereka pelajari sebelumnya.
Dari hasil penelitian Seth Spaulding tentang bagaimana siswa belajar melalui gambar-gambar, dapat disimpulkan sebagai berikut (James W. Brown dkk, 1959:410):
Ilustrasi gambar isinya hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan gerakan mata pengamat, dan bagian-bagian yang paling penting dari ilustrasi itu harus dipusatkan di bagian sebelah kiri atas medan gambar.
Selanjutnya, dari 50 buah hasil penelitian Edmund Faison tentang penggunaan gambar dan grafik dalam pengajaran, dapat disimpulkan sebagai berikut (James W. Brown dkk., 1959:416):
Dari hasil penelitian Mabel Rudisill mengenai gambar-gambar yang lebih disukai anak-anak, menunjukkan bahwa suatu penyajian visual yang sempurna realismenya adalah pewarnaan, karena pewarnaan pada gambar akan menumbuhkan impresi atau kesan realistik.
Menyimak pesan visual
Siswa menerima pesan-pesan visual, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada dua variabel yang sangat penting, yaitu perkembangan usia anak dan latar belakang budaya yang dianutnya.
Hasil temuan ahli psikologi perkembangan anak, menunjukkan bahwa keterbacaan visual dipengaruhi oleh tingkat kematangan jiwa anak. Misalnya, sebelum usia 12 tahun anak cenderung untuk menafsirkan pesan-pesan visual menurut bagian demi bagian daripada secara keseluruhan. Dalam menceritakan tentang apa yang mereka lihat di gambar, mereka memilih unsur-unsur yang spesifik, termasuk di dalamnya adegan, sedangkan para siswa yang dewasa cenderung untuk meringkas keseluruhan adegan dan melaporkan kesimpulan tentang makna gambar. Bilamana berbagai lambang abstrak atau rangkaian gambar seri yang saling berkaitan satu sama lain tidak jelas dipahami siswa, akan mengakibatkan gagalnya proses komunikasi edukatif bagi semua tingkat usia.
Pesan-pesan visual yang realistik dapat membingungkan para siswa yang berusia lebih muda. Begitu usia anak bertambah, dia akan lebih mampu memperhatikan secara selektif terhadap semua bentuk penyajian visual yang berdaya guna, untuk mempertinggi kemampuan belajarnya yang bersumber dari informasi yang dikehendaki (Robert Heinich, 1982:65). Di samping itu, usia perkembangan anak bisa mempengaruhi penafsiran terhadap penemuan-penemuan artistic dalam penggunaan garis-garis, misalnya sket, skema, besaran jarak dan lain-lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa isyarat gerak yang terdapat pada gamabr tampaknya memperkuat gagasan mengenai gerak bagi anak-anak yang sudah dikembangkan selama masa tahap preoperasional sebagaimana dirumuskan Piaget pada anak-anak usia tujuh tahun, dibandingkan anak-anak yang lebih muda usianya. Demikian pula gambaran sosok-aktif, misalnya orang yang sedang berlari akan lebih baik dikomunikasikan bagi semua usia dalam bentuk kerangka saja, sedangkan isyarat-isyarat gerak dalam bentuk kerangka akan lebih meyakinkan pada anak-anak, ketimbang isyarat-isyarat atau tanda-tanda dalam bentuk garis-garis, seperti sebuah bola yang meluncur deras di udara diberi tanda garis-garis percepatan geraknya.
Memperhatikan pesan-pesan visual pada siswa dipengaruhi oleh latar belakang budayanya, kelompok siswa yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda-beda, secara individual mereka akan menyimak pesan-pesan visual berbeda pula, sebab latar belakang budaya bisa dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya. Melatih keterbacaan visual termasuk di dalamnya penggunaan gambar-gambar adegan khusus tentang kehidupan rumah tangga di tengah-tengah kota besar akan mudah dipahami oleh para siswa yang berasal dari kota besar. Pesan-pesan visual bagi siswa kota akan berbeda dengan siswa yang berasal dari pedesaan, sebab latar belakang social-ekonominya juga berlainan. Contoh lain misalnya, sekelompok siswa Amerika dan sekelompok negara lain, bilamana kepada mereka diperlihatkan dua macam gambar lambang mengenai lonceng kemerdekan dan Dewi Keadilan, lalu kepada setiap siswa ditanyakan apa makna dari masing-masing lambang itu. Jawaban di antara para siswa Amerika akan sama dan tak berubah-ubah, yaitu kebebasan dan keadilan. Sedangkan para siswa lain yang berlatar belakang budayanya tidak termasuk pada persekutuan Amerika akan terpaku kepada lonceng yang retak, dan tidak melihat adanya makna secara abstrak sama sekali, bagi mereka gambar lambang itu semata-mata wujud dari lonceng belaka. Sementara itu banyak siswa lain gagal juga menemukan makna lambang dari penggambaran wanita yang sedang memegang timbangan dan pedang dengan mata tertutup kain, mereka menyatakan bahwa gambar lambang itu semata-mata lukisan sebuah patung belaka. Di samping itu ada beberapa siswa menafsirkannya sebagai “persamaan” merupakan jawaban lebih luas dari makna lambang yang sebenarnya, bahkan siswa lain mengartikannya sebagai makna keagamaan tentang “malaikat” atau “Tuhan”.
Makna terhadap warna pun didasarkan kepada prasangka budaya. Penafsiran manusia terhadap warna ternyata tidak berlaku umum, bahkan kurang universal terutama untuk nilai-nilai perlambang dikenakan pada berbagai macam warna tertentu. Misalnya warna hitam, secara umum diterima oleh orang Barat sebagai warna dukacita, kematian atau kemalangan. Pada beberapa negara Timur, warna putih justru merupakan lambang dukacita, kematian dan kemalangan.
Sekalipun kekeliruan penafsiran dalam menyimak makna pesan-pesan visual tidak dapat dihindarkan disebabkan perbedaan latar belakang budaya, setidak-tidaknya kita harus berhati-hati dalam mempergunakan pesan-pesan visual tanpa penjelasan sebelumnya karena akan menyebabkan kebingungan kepada beberapa siswa tertentu.
Mengamati pesan visual
Semua pengajar hendaknya memperhatikan bagaimana siswa-siswanya mengamati materi grafis dan visual lainnya. Apa yang mereka lihat di dalamnya akan menentukan apakah yang dapat disimak dari pesan tersebut. Dalam hubungan ini, ada dua cara untuk menentukan apa yang diperhatikan siswa dari pesan-pesan visual yang mereka lihat.
Pertama, membuat kesimpulan berdasarkan apa yang dipelajari siswa dari materi gambar. Menurut para ahli ilmu jiwa perilaku, cara mengamati dan apa yang diceritakan kembali oleh seseorang tentang materi gambar harus benar-benar diperhatikan karena hal itu amat penting bagi guru sebagai bahan masukan apakah siswa-siswanya memahami bahan pelajaran.
Kedua, tentukan pola gerakan-gerakan pengamatan, waktu siswa mengamati materi gambar yang serupa. Dalam hal ini tidaklah penting bagaimana reaksi siswa sewaktu mengamati materi gambar sebab yang lebih utama adalah apakah persepsi siswa terhadap materi gambar itu efisien, efektif atau tidak. Bisa saja para siswa itu sewaktu mengamati materi gambar dikacaukan oleh tanda-tanda, isyarat-isyarat yang tidak relevan dengan isi pelajaran yang terkandung pada materi gambar.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gerak mata si pengamat pada waktu melihat gambar, menunjukkan bahwa pengamat itu cenderung hanya mengamati seperempat bagian kiri atas daripada medan gambar. Medan gambar terbagi dlaam empat bagian, dan persentase pada setiap perempatnya mewakili frekuensi sering-tidaknya medan-medan gambar tersebut diamati.
Bagian sebelah kiri gambar, dua sampai tiga kali lebih sering diamati para siswa. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya kecenderungan si pengamat mulai mengamati suatu gambar dari sebelah kiri, terutama pada bagian kiri atas. Jadi pengamatan dimulai oleh siswa dari bagian perempat kiri atas medan gambar ke arah kanan, lalu diteruskan dari bagian perempat kiri bawah medan gambar ke sebelah kanan. Sebagaimana diketahui, bahwa latar belakang persepsi budaya sangat mempengaruhi seseorang atau bangsa. Orang yang berasal dari budaya barat yang biasa belajar membaca dan menulis dimulai dari kiri ke kanan, berbeda dengan orang-orang Arab atau Yahudi yang biasa menulis dari bagian kanan ke kiri. Diperkirakan pengamatan terhadap medan gambar pun akan sama.
Informasi hasil penelitian tersebut mengarahkan atau membawa implikasi terhadap penentuan di mana seharusnya menetapkan isi pelajaran dalam suatu medan gambar, dna bagaimana siswa-siswa akan menafsirkan penyajian-penyajian grafis tertentu. Misalnya pada gambar berikut, apakah mereka akan menafsirkan sebagai grafis bercabang-canag yang secara bersama-sama membentuk arus pokok, ataukah akan ditafsirkan sebagai arus pokok yang sedang terpecah-pecah?
Untuk merancang pesan-pesan visual, kita dapat menarik manfaat dari hasil penelitian tersebut dalam hal menempatkan permulaan pesan pokok, harus dimulai dari arah mana pandangan pertama pengamat meneliti medan gambar. Namun demikian tidak berarti bahwa semua informasi penting harus ditempatkan di atas sebelah kiri perempat medan gambar. Bisa saja bilamana pesan dikehendaki berdasarkan isi pelajaran harus terletak di bagian bawah medan gambar sebelah kanan dan mata pengamat harus diarahkan ke arah situ dengan mempergunakan unsur-unsur penggambaran warna, tekstur, komposisi dan lain sebagainya. Yang penting adalah, bahwa kecenderungan siswa pertama kali mengamati medan gambar tidak dari sebelah kanan bawah. Oleh sebab itu imbangilah, bilamana pesan penting ditempatkan dibagian medan gambar itu.
Lebih jauh, penelitian terhadap gerak mata para pengamat (siswa) yang dilengkapi dengan alat-alat pemantau otomatis dapat mencatat gerakan-gerakan dari pupil mata waktu mereka menjelajahi gambar adalah sebagai berikut:
Gambar-gambar berwarna ternyata tidak mempunyai pengaruh kuat pada diri siswa, sebagaimana diduga sebelumnya.
Kelima macam kesimpulan ini, ada bukti-bukti ilmiah yang menunjang pernyataan bahwa nilai sebenarnya dari suatu gambar bisa dipelajari. Petunjuk-petunjuk ini sangat penting diketahui oleh para guru, sehingga belum cukup bagi seorang guru dengan mengatakan kepada siswanya: "Pelajarilah gambar-gambar itu!"
Sumber :
https://news.okezone.com/read/2014/02/05/95/936297/media-pembelajaran-dalam-proses-belajar-mengajar
http://pd.pps.uny.ac.id/berita/penerapan-media-pembelajaran-dalam-kegiatan-belajar-mengajar-di-sekolah-dasar.html
Nana Sudjana. 2015. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo
Nana Sudjana.2002 .Media Pengajaran. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo