Ketahui Bahaya Stigma Sosial Corona dalam Masyarakat

Di tengah pandemi COVID-19, saat ini muncul stigma sosial yang memperparah situasi. Alih-alih terbuka dengan kondisinya, orang yang terinfeksi COVID-19 namun tidak mengisolasi diri –terlepas dari sadar atau tidaknya orang tersebut, justru takut dikucilkan dan menutupi kesehatannya. Hal tersebut merupakan bukti dari bahayanya sebuah stigma sosial negatif dalam masyarakat.

Stigma sosial adalah konotasi negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang karena menyandang penyakit tertentu. Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus selaku Direktur Jenderal WHO Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyerukan agar masyarakat tidak memberikan stigma negatif terkait COVID-19. Beliau menyebutkan bahwa sejujurnya stigma lebih berbahaya dari virus itu sendiri. Stigma adalah musuh (manusia) yang paling berbahaya.

Bentuk-bentuk dari stigma sosial yang muncul antara lain adalah tidak dapat mengakses layanan fasilitas tertentu, mengalami diskriminasi dalam masyarakat, dijauhi/dikucilkan masyarakat, dan diberi cap/label negatif. Dampak stigma sosial bisa memperluas ketakutan dan merendahkan seseorang yang telah terpapar virus corona. Pada tingkat yang lebih parah, stigma bisa membuat seseorang menghindari pertolongan, pemeriksaan, pengujian, ataupun karantina.

Untuk itu kita sebagai masyarakat harus lebih berhati-hati terhadap setiap istilah yang beredar serta dalam mengonsumsi informasi negatif berupa narasi kebencian dan berita tidak benar yang hanya akan menimbulkan kepanikan semakin tak terkendali. Stigma sosial masyarakat akan membuat penyebaran virus ini makin tak terkendali. Karena itu, hindarilah membuat pernyataan atau memberikan stigma pada orang tertentu.

Beberapa  hal penting yang dapat kita lakukan saat ini antara lain 1. Menggunakan nama penyakit dengan benar, yakni penyakit COVID-19, dikarenakan oleh virus SARS-CoV-2. Bukan virus wuhan, flu asia, apalagi virus cina. 2. Tidak menyebut orang yang terjangkit COVID-19 sebagai korban atau penderita tetapi pasien. 3. Tidak menghakimi dan melabeli negatif orang/etnis/daerah sebagai "penyebar" atau "penular" COVID-19. 4. Memberi semangat dan dukungan, bagi siapa saja yang terdampak, seperti: pasien, keluarga pasien, tetangga, dan masyarakat sekitar. 5. Memberi penghargaan bagi seluruh petugas medis yang berjuang merawat pasien COVID-19. 6. Tidak membagikan berita bohong/informasi yang tidak jelas kebenarannya tentang COVID-19. 7. Memperbanyak informasi yang tepat seputar COVID-19 pada sumber yang benar, seperti WHO, Kemenkes, BNPB, dan Media terpecaya. 8. Sebarkan berita positif yang terbukti benar seperti kesembuhan pasien, cara pencegahan virus yang praktis dan tepat, protokol isolasi diri, dll.