-
Telp Kantor
0274 517327 -
Surat Elektronik
[email protected] -
Alamat Kantor
Jl. Kenari No.2, Semaki
Telp Kantor
0274 517327Surat Elektronik
[email protected]Alamat Kantor
Jl. Kenari No.2, SemakiTiga mahasiswa Amikom Yogyakarta yaitu Arvin Claudy Frobenius, Eko Rachmat dan Jeki Kuswanto merancang dan mengembangkan alat yang dapat digunakan untuk para tunanetra, dinamakan GaBlind. Alat ini mengkombinasikan hardware, berupa sepatu dan kacamata, serta software, berupa aplikasi yang membantu para tunanetra dalam beraktivitas. “Sepatu ini dapat mendeteksi halangan di depan dan di bawah sepatu, misalnya ada tangga di depan atau lubang di jalan. Sepatu kemudian bergetar memberi peringatan kepada penggunanya”, kata Eko menjelaskan cara kerja sepatu yang mereka rancang dengan sensor khusus ini.
Arvin menambahkan, “Selain dapat bergetar, keunggulan sepatu ini bisa charging otomatis, tidak harus di-charge. Jadi nggak perlu kuatir kehilangan daya di tengah jalan saat dikenakan.” Selain sepatu, mereka juga melengkapi rancangan ini dengan kacamata khusus yang memiliki sensor untuk mendeteksi halangan yang ada di depan-atas. “Keunggulan kacamata ini yaitu terhubung dengan HP, sehingga kalau ada halangan di depan atas, maka sensor menangkapnya dan HP memberi sinyal bunyi. Misalnya ada dahan pohon atau tiang di depan. Semakin dekat halangan maka sinyal bunyinya makin cepat”, ujar Jeki.
Kacamata Gablind ini terkoneksi dengan software di HP android. Aplikasinya ada 2 jenis, yang satu untuk tunanetra penggunanya, yang kedua untuk keluarga, atau orang tua mereka, atau pengurus Yayasan Tunanetra, sehingga bisa memantau dan memberi bantuan kalau diperlukan. Jeki melanjutkan, “Ada 3 menu utama, yang pertama adalah G-Blind, untuk mendeteksi keberadaan kacamata. Yang kedua G-location, yaitu untuk memberi informasi tentang jalan atau lokasi tujuan. Dan yang ketiga adalah G-walk, untuk menunjukkan arah atau rute menuju lokasi tersebut.”
IDE
Ide merancang Gablind berawal dari pengamatan saat di Malioboro. Mereka melihat para tunanetra yang masih berbenturan atau terantuk sesuatu atau terperosok karena lubang. Jalur untuk tunanetra juga banyak yang sudah rusak sehingga sulit dideteksi oleh para tunanetra meski sudah dibantu tongkat. Maka ketiga mahasiswa ini merasa terpanggil untuk membuat aplikasi dan alat yang akan memudahkan para tunanetra saat berjalan kaki tanpa bantuan orang lain. Alat ini telah diikutkan dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh Amikom.
Kemudian mengikuti kompetisi internasional seperti APICTA Award di Taiwan. Ketiganya boleh berbangga karena karya mereka pernah mendapat penghargaan sebagai salah satu dari Top 7. Mereka ingin terus mengembangkan rancangan ini dengan memproduksi sepatu sendiri. Nantinya kacamata juga akan dilengkapi dengan kamera, sehingga tidak hanya memberi sensor halangan melainkan juga dapat membaca teks.